Paradigma Perpustakaan Harus Diubah
Selama ini, perpustakaan seperti tempat yang terkesan seram, sehingga sangat minim pengunjung. Sehingga, paradigma bahwa perpustakaan harus menjadi tujuan untuk belajar, harus ditanamkan di benak masyarakat maupun anak-anak. Demikian dikatakan Anggota Komisi X Anang Hermansyah, saat RDPU Komisi X dengan pakar perpustakaan.
“Yang saya garisbawahi adalah mengubah paradigma, bahwa perpustakaan jangan sampai seram. Anak-anak harus senang dan enjoy jika datang ke perpustakaan. Ini yang harus kita kembangkan dan saya harapkan. Paradigma itu yang harus diubah, sehingga masyarakat mau datang ke perpustakaan,” kata Anang, di ruang rapat Komisi X, Gedung Nusantara I, Rabu (12/11).
Politisi PAN ini tidak yakin, walaupun perpustakaan sudah bagus, pelayanan juga sangat baik, termasuk fasilitas lengkap, tidak menjamin minat baca meningkat. Namun, setidaknya sudah ada perbaikan dari perpustakaan ke arah lebih baik.
“Kemasan perpustakaan ke depannya harus ada satu perubahan yang cukup signifikan. Informasi bukunya harus up to date. Kemudian kebenaran koleksi bukunya dapat dipertanggungjawabkan,” tambah Politisi asal Dapil Jawa Timur ini.
Senada dengan Anang, Anggota Komisi X Muslim juga menyatakan bahwa minat baca masyarakat Indonesia masih rendah. Bahkan, masih tertinggal dibanding negara tetangga, seperti Singapura. Celakanya, infrastruktur perpustakaan yang bagus pun tidak menjamin pengunjung akan berdatangan.
“Minat baca di bangsa kita sangat rendah. Di Singapura misalnya, minat bacanya tinggi. Kita sudah coba cari aspirasi ke daerah, seperti di Riau, infrastruktur perpustakaan sudah bagus, namun tetap saja minat baca masih rendah. Bahkan gedung perpustakaan malah menjadi objek wisata saja,” kata Politisi Demokrat inidengan nada kecewa.
Belum lagi soal Sumber Daya Manusia di perpustakaan yang sangat minim. Selain minim, kompetensi pegawai yang ada pun kadang kurang sesuai dengan bidang kepustakawanan. Sehingga, seolah tidak ada kemauan untuk mengembangkan peran pentingnya perpustakaan.
“Terus terang, perpustakaan sering sebagai tempat orang buangan. Sehingga, ketika pegawai ini ditempatkan di perpustakaan, ini menjadi kurang serius. Banyak tenaga perpustakaan yang tidak kompeten di bidangnya.Ini memang permasalahan di internal perpustakaan,” imbuh Politisi asal Dapil Aceh ini.
Sementara itu, Tenaga Ahli Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Bambang Supriyo Utomo, selaku pakar, menyatakan bahwa SDM memang menjadi kendala, baik di tingkat nasional maupun daerah.
“Untuk kota besar, itu masih relatif sangat kecil. Tetapi secara nasional, itu sangat kurang SDM. Tapi SDM bukan sekedar hanya tenaga perpustakaan. Tapi pustakawan yang memang memiliki kompetensi dalam bidang perpustakaan. Jangan sampai, menganggap SDM itu yang penting hanya ada tenaga kerjanya saja,” jelas Bambang.
Untuk itu, ia menegaskan, pemerintah harus memperhatikan beberapa hal soalperekrutan SDM untuk perpustakaan, seperti latar belakang pendidikan dan kompetensinya.
“Namun, sebenarnya tidak mesti harus pustakawan, tetapi memiliki kemampuan dan kemauan untuk meningkatkan kompetensi,” imbuh Bambang. (sf)/foto:iwan armanias,naefurodji/parle/iw.